Saturday, October 14, 2017
Alasan di balik Ritual kuno pengorbanan anak gadis
Dahulu kala, ketika sesuatu terjadi, dipercaya dengan mengorbankan seorang perawan kepada para dewa adalah solusi terbaik, untuk memulihkan kemakmuran dan stabilitas.
Gadis perawan dikorbankan dengan berbagai cara. Beberapa dilempar ke laut, dikuburkan hidup-hidup, atau diberi makan binatang liar.
Praktik yang telah dilakukan hanya dengan budaya di masa lalu. Selain kemakmuran, ritual pengorbanan perawan bisa dilakukan karena beberapa alasan, mulai dari perang, disewa dewa yang sedang marah, atau untuk bangunan. Menurut penelitian ini, praktik yang sama. Pasalnya, banyak budaya yang menunjukkan jejak pengorbanan perawan dalam mitologi dan teks kepercayaan mereka.
Dikutip dari Origin Kuno, Jumat (13/10/2017), dalam sebuah legenda yang ditulis oleh penyair Yunani kuno, Homer, Iphigeneia dikorbankan oleh suara Agamemnon untuk menyukai Dewi Artemis. Hal itu dilakukan agar dewi orangutan orang-orang Yunani melakukan perang trojan. Dalam mitologi Yunani lainnya, pengorbanan seorang perawan dimulai dengan kisah Ratu Cassiopeia, istri cantik Raja Cepheus.
Suatu hari, dia membual putrinya, Andromeda, jauh lebih cantik dari pada 50 Nereids, anak perempuan Nereus dan Doris. Hal ini membuat Poseiden marah. Alasannya, penguasa laut menikahi Amphrite, Nereids. Laut Poseidon, Cetus, kemudian menghancurkan kota tempat Andromeda tinggal. Usahanya dalam hal ini tidak akan berhenti sampai kota berantakan. Satu-satunya cara untuk menghentikan Cetus adalah dengan mengorbankan Andromeda. Raja Cepheus kemudian poseidon dan merantai putrinya ke batu karang, menjadikannya pengorbanan, untuk menyelamatkan wilayah tempat tinggalnya.
Sementara itu sebuah buku harian abad ke-15, Yasiitomi-ki, menyebut tentang praktik bertajuk 'Hitobashira' atau pilar manusia. Dalam praktik itu, perawan dimakamkan hidup-hidup di dasar atau di dekat bangunan.
Hal ini diyakini bisa melindungi bangunan dari bencana atau serangan musuh. Tapi menurut Pliny the Elder, pengorbanan manusia di Roma Kuno dihapuskan oleh keputusan seorang senator pada tahun 97 SM. Meski pada saat itu praktik pengorbanan manusia memang langka, keputusan ini merupakan tindakan simbolis. Sementara itu, dalam budaya Asia Selatan, Vedic Purushamedha atau pengorbanan manusia, merupakan tindakan simbolis murni dalam rekaman sebelumnya.
Hal itu diikuti oleh masa eksistensi yang malu melakukan kekerasan. Karena periode bertepatan dengan kebangkitan Buddhisme dan Jainisme yang diperkuat dalam tindakan ahimsa atau tanpa kekerasan. Periode tersebut sesuai dengan komposisi Chandogya Upanishad (8-6 SM) yang mencantumkan non-kekerasan sebagai kebajikan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Dengan Kredit 1rb bisa bermain Handicap dan Mix Parley ( Sportbook )
Besok, Jokowi Resmikan Venue dan Fasilitas Asian Games di GBK
Besok, Jokowi Resmikan Venue dan Fasilitas Asian Games di GBK Asiabettor , Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)...
-
Alasan mengapa tanaman di Alaska berukuran raksasa Pameran tumbuhan dengan menampilkan tanaman yang ukurannya normal, mungkin sudah bi...
-
Lansia mengeluh sakit di vagina, Dokter menemukan mentimun Beberapa dari kita mungkin telah melakukan hal-hal yang memalukan dalam hid...
-
Teror Vampir mengisap darah di Afrika sedang menggemparkan PBB Cerita tentang makhluk pengisap darah atau vampir sering membuat ...
No comments:
Post a Comment